Nanti malam udah tarawih, dan besok udah masuk bulan puasa aja.
Gak kerasa, cepat sekali. Padahal baru aja melewati hari raya tahun lalu, hari dimana anakku masih umur 2 bulan, sekarang udah setahun aja.
Aku ‘masih’ merasakan susah ini dan susah itu. Suami yang selalu gak betah dirumah, yang isi pikirannya Cuma keluar, jalan-jalan doang.
Kurang rajin, dan gak pinter cari duit.
Banyak sekali hal minus yang semakin lama, semakin terekspos. Membuat perasaan sayangku padanya kian terkikis.
Aku mencoba mengingat kembali, hal apakah yang membuatku bisa jatuh cinta, dan membiarkannya masuk ke dalam hidupku. Ternyata, simple tak banyak. Aku suka karna wajahnya yang kebaratan, kepandaiannya bermain music, dan tidak merokok. Yah sudah itu saja.
Setelah berumah tangga, akupun menangkap sikap temperamental dan sembrononya itu. Luar biasa, mau tak mau ini menjadi satu pil pahit yang harus kutelan.
--
Lalu, untuk semua masalah keuangan yang memusingakan kepala. Aku mulai berharap pada satu nama yang jauh disana.
Entah bagaimana hatinya sekarang, aku tak mau tau. Dan entah bagaimana hidup dan kondisi dunianya sekarang, akupun tak mau tau.
yang kutau dia satu-satunya ‘dewa’ penolongku di masa depan.
Aku masih menangis mengingat semua kenangan bersamanya. Tapi aku tak berharap sedikitpun untuk bisa mengulang semua itu lagi.
Kasihan dia.
Tapi lebih kasihan lagi suamiku.
Apakah aku hanya ditakdirkan untuk mengasihani orang-orang seperti mereka saja ?
Entahlah.