PENELITIAN
GEN GAY
Dimulai dari tahun 1987, telah dilakukan penelitian Soal Gen Gay.
Benarkah Secara Alami manusia membawa Gen yang membuatnya menjadi Gay ?
Namun sampai 6tahun kekmudian, gen pembawa sifat homoseksual itu tidak juga ditemukan real-nya. Dean Hamer pun akhirnya mengakui bahwa risetnya tidak mendukung bahwa gen adalah faktor utama yang melahirkan homoseksualitas.
Benarkah Secara Alami manusia membawa Gen yang membuatnya menjadi Gay ?
Namun sampai 6tahun kekmudian, gen pembawa sifat homoseksual itu tidak juga ditemukan real-nya. Dean Hamer pun akhirnya mengakui bahwa risetnya tidak mendukung bahwa gen adalah faktor utama yang melahirkan homoseksualitas.
“Kami menerima bahwa lingkungan mempunyai peranan membentuk orientasi
seksual … Homoseksualitas secara murni bukan karena genetika. Faktor-faktor
lingkungan berperan. Tidak ada satu gen yang berkuasa yang menyebabkan
seseorang menjadi gay … kita tidak akan dapat memprediksi siapa yang akan
menjadi gay.”
Hamer mengakui bahwa risetnya gagal memberi petunjuk bahwa
homoseksual adalah bawaan.
“Silsilah keluarga gagal menghasilkan apa yang kami harap temukan yaitu
sebuah hukum warisan Mendelian yang sederhana. Faktanya, kami tidak pernah
menemukan dalam sebuah keluarga bahwa homoseksualitas didistribusikan dalam
rumus yang jelas seperti observasi Mendel dalam tumbuhan kacangnya.”
Prof. George Rice dari Universitas Western Ontario,
Kanada, mengadaptasi riset Hamer dengan jumlah responden yang lebih banyak.
Rice dan tim memeriksa 52 pasang kakak beradik homoseksual untuk melihat
keberadaan empat penanda di daerah kromosom. Hasilnya menunjukkan, kakak
beradik itu tidak memperlihatkan kesamaan penanda di gen Xq28 kecuali secara
kebetulan. Para peneliti tersebut menyatakan bahwa segala kemungkinan adanya
gen di Xq28 yang berpengaruh besar secara genetik terhadap timbulnya
homoseksualitas dapat ditiadakan. Sehingga hasil penelitian mereka tidak
mendukung adanya kaitan gen Xq28 yang dikatakan mendasari homoseksualitas pria.
Penelitian juga dilakukan oleh Prof Alan Sanders dari Universitas Chicago, di tahun 1998-1999. Hasil riset juga tidak
mendukung teori hubungan genetik pada homoseksualitas. Penelitian Rice dan
Sanders tersebut makin meruntuhkan teori “Gen Gay”.
Ruth Hubbard, seorang pengurus “The Council for Responsible Genetics” yang juga penulis
buku “Exploding the Gene Myth” mengatakan:
“Pencarian sebuah gen gay bukan suatu usaha pencarian yang bermanfaat. Saya
tidak berpikir ada gen tunggal yang memerintah perilaku manusia yang sangat
kompleks. Ada berbagai komponen genetik dalam semua yang kita lakukan, dan
adalah suatu kebodohan untuk menyatakan gen-gen tidak terlibat. Tapi saya tidak
berpikir gen-gen itu menentukan.”
Hasil riset-riset di atas, meski menemukan adanya link homoseksual secara
genetika, namun menyatakan bahwa gen bukanlah faktor dominan dalam menentukan
homoseksualitas.
Sudah puluhan tahun dilakukan penelitian terhadap gen homoseksual tapi
tidak ada fakta ilmiah yang bisa 100 persen mendukung klaim tersebut. Teori
yang menyatakan bahwa gay adalah sifat genetis (ciptaan Allah) adalah
PROPAGANDA PALSU yang dirilis oleh peneliti yang gay. Teori Gen Gay sifatnya
politis, sarat akan kepentingan kaum gay sendiri. Memang ada manusia yang
terlahir hermaprodit alias kelamin ganda, tapi tidak ada manusia yang terlahir
dengan kelamin normal namun punya kecenderungan homoseks.
Sedikit intermezzo …
Dalam dunia psikologi terdapat Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang merupakan sebuah ‘kitab’ yang berisi mengenai kriteria gangguan mental. DSM diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA), yang selama ini dijadikan panduan bagi para psikolog dan psikiater untuk menentukan diagnosa seseorang jika terjadi kelainan, penyimpangan atau gangguan jiwa.
Dalam dunia psikologi terdapat Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yang merupakan sebuah ‘kitab’ yang berisi mengenai kriteria gangguan mental. DSM diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA), yang selama ini dijadikan panduan bagi para psikolog dan psikiater untuk menentukan diagnosa seseorang jika terjadi kelainan, penyimpangan atau gangguan jiwa.
Pada DSM I tahun 1952, homoseksual masih dikategorikan sebagai Gangguan
Jiwa. Pada DSM selanjutnya, sedikit demi sedikit homoseksual semakin
‘dikaburkan’, dari gangguan kepribadian sosiopath, kemudian dikategorikan
penyimpangan sex, hingga kemudian HILANG!, dikategorikan bukan gangguan jiwa
pada DSM IV tahun 1994.
Yang mengejutkan, lima dari tujuh orang tim task force DSM adalah gay dan lesbian,
sisanya adalah aktivis LGBT [Hidayatullah]. Wah, ternyata DSM
dibuat dan disusun oleh pengidap kepribadian menyimpang.
Di Indonesia, ada buku saku yang merupakan rangkuman singkat DSM bernama
(Pedoman Penggolongan & Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ). Hanya saja, DSM
selalu digunakan para aktivis LGBT dan aktivis HAM untuk dijadikan pembenaran
bahwa perilaku para LGBT tidaklah menyimpang.
PENYEBAB
SESEORANG MENJADI GAY
Bayi yang terlahir di dunia adalah suci dan normalnya manusia menyukai
lawan jenisnya. Tapi dalam perjalanan hidup tidak sedikit orang berperilaku
homoseksual (gay). Apakah ini berarti perilaku gay bisa menular?
Paul Cameron Ph.D dari Family Research Institute telah
melakukan penelitian dan menemukan bahwa di antara penyebab munculnya dorongan
untuk berperilaku homoseksual adalah pernah disodomi waktu kecil. Berbagai
contoh kasus di Indonesia yang disebutkan di sini adalah buktinya. Penyebab lainnya adalah pengaruh lingkungan, yaitu sbb:
1. Sub-kultur homoseksual
yang tampak dan diterima secara sosial, yang mengundang keingintahuan dan
menumbuhkan rasa ingin mencoba.
2. Pendidikan yang
pro-homoseksual (bayangkan bila di sekolah-sekolah kita –seandainya para
pendukung homoseks berhasil menggolkan agenda politik mereka—ada kurikulum
tentang kesetaraan seksual, setiap orang berhak jadi apa saja, heteroseksual
atau homoseksual).
3. Toleransi sosial dan
hukum terhadap perilaku homoseksual.
4. Adanya figur yang
secara terbuka berperilaku homoseksual.
5. Penggambaran bahwa
homoseksualitas adalah perilaku yang normal dan bisa diterima.
Penelitian Cameron menunjukkan bahwa kecenderungan homoseksualitas bisa
disembuhkan karena perilaku seks manusia sebenarnya bisa dikendalikan. Silakan
baca lengkapnya di sini:http://www.biblebelievers.com/Cameron3.html
Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa kepedulian dimulai dari keluarga dan lingkungan kita, ketidakpedulian
membuat manusia sendiri tidak memanusiakan dirinya sendiri. Manusia adalah
makhluk sosial, maka segala indikasi disorientasi yang terjadi di masyarakat
bisa saja berdampak siapapun. Tidak bisa lagi soal perilaku seksual yang
menyimpang disebut sebagai urusan privat.
Jadi, kalau para aktivis liberal yang membela homoseksualitas memberikan
argumen seperti ini: “Setiap orang berhak memiliki orientasi seksual
masing-masing. Karena itu tidak boleh ada penindasan terhadap orang dengan
orientasi seksual yang berbeda.”
Maka kita bisa memakai logika untuk menjawab argumen di atas:
Jika seseorang merasa berhak menjadi homoseks, it’s fine, tapi dia TIDAK BERHAK menularkannya kepada orang lain!
Jika seseorang merasa berhak menjadi homoseks, it’s fine, tapi dia TIDAK BERHAK menularkannya kepada orang lain!
BAGAIMANA
BENTUK PENGAKUAN TERBAIK?
Setelah kita sudah benar-benar memahami hasil riset yang didukung banyak
fakta. maka bentuk pengakuan terbaik kepada para pelaku homoseksual adalah mengakui bahwa perilakunya
menyimpang. Kemudian mendukung / membantu mereka untuk bisa sembuh dan kembali
pada kodratnya. Bukan malah memberikan motivasi untuk tetap mengidap perilaku
menyimpang tersebut dan dibenarkan atas nama HAM.
Membela dan membenarkan perilaku homoseksualitas atas dasar teori gen gay
(padahal nyatanya propaganda palsu) justru membuat pelaku homoseksual menjadi
makin terjerumus, menjauhi pintu-pintu taubat. Ingatlah:“Dosa Pemikiran itu
tidak ringan, karena menyebarkan pemikiran yang salah juga berat dosanya,
apalagi jika kemudian diikuti oleh banyak orang” [Dr. Adian Husaini, MA].